Yang membedakan manusia dan binatang hanyalah pada kemampuan mereka untuk berpikir dengan akalnya, dan menggunakan hati nuraninya. Bila manusia tidak lagi menggunakan hati nurani dan tak mau lagi berpikir, lalu apa bedanya ia dengan binatang?
—————————————————
“Siapakah kamu?”
Hanya dua kata itu saja yang tertulis pada sebuah surat kaleng yang dialamatkan untuk Hilde Moller Knag, d/a Sophie Admundsen dan dikirimkan ke alamat Sophie. Sebagai remaja berusia 14 tahun, pertanyaan ini tentu membuat Sophie memeras otaknya untuk menemukan jawaban yang paling pas untuk dikirimkan pada si pengirim surat. Namun belum berhasil ia mendapatkan jawaban yang pas, datang lagi surat kaleng kedua bertuliskan:
“Darimana datangnya dunia?”
Dalam kebingungannya akan dua surat kaleng yang diterimanya, dan menemukan siapa Hilde itu, Sophie malah menerima sebuah kartu pos berisi ucapan ulang tahun dari ayah Hilde untuk Hilde. Ketika Sophie makin merasa bahwa sungguh tidak sepantasnya seorang ayah mengirimkan ucapan ulang tahun pada putrinya untuk orang yang salah, pengirim surat itu mengirimkan sebuah amplop besar yang berisikan pelajaran filsafat. Meski kebingungan, tapi sebenarnya Sophie mulai menikmati keberadaan “rahasia kecil”nya ini dan menanti-nantikan buntelan pelajaran filsafatnya.
Melalui buntelan yang diterima Sophie itulah pembaca akan dibawa memasuki dunia beribu-ribu tahun lalu, dan pelan-pelan beranjak sampai pada dunia di pertengahan abad ke dua puluh. Pembaca akan diperkenalkan dengan filsafat, mulai dari lahirnya filsafat, bertemu dengan filosof-filosof dunia, lengkap dengan background budaya jaman itu dan pemikiran-pemikiran mereka. Pernah suatu ketika Sophie mencari tahu pengirim suratnya, dan akhirnya menemukan rumahnya. Rasa penasaran Sophie membuatnya menyusup diam-diam ke rumah itu dan alangkah kagetnya dia ketika setelah kunjungannya yang seperti pencuri itu barang-barang Hilde mulai muncul di kamarnya. Padahal ia tak membawa apapun dari rumah itu! Nah, tapi..siapakah pengirim surat misterius itu ya? Siapa juga Hilde, yang setiap kali alamatnya ditujukan persis di mana Sophie sedang berada? Lalu kenapa bisa muncul Winnie the Pooh dan tokoh-tokoh dari dongeng Grimm dan H.C. Andersen?
Dunia Sophie bukanlah sekadar novel fiksi biasa. Novel ini bisa dikatakan (dan memang itulah adanya) perpaduan antara fiksi dan diktat sejarah filsafat. Dalam balutan cerita yang misterius, Jostein Gaarder tak hanya berhenti pada pembelajaran filsafat saja, pembaca akan menemukan sebuah akhir cerita yang sangat mengejutkan. Memasuki sepertiga akhir buku ini,semua jadi tampak lebih menarik. Cerita bisa diputar sedemikian rupa oleh Jostein Gaarder dan terakhir, ditutup oleh sebuah perenungan yang akan membuat pembaca terdiam takjub.
Dunia Sophie mencoba menjawab dua pertanyaan yang sangat mendasar bagi semua umat manusia, dengan jawaban yang objektif. Pertanyaan yang menjadi dasar pemikiran beribu-ribu tahun peradaban manusia. Sebagai mantan mahasiswa kelas filsafat, cukup nyesek rasanya karena saya baru tau ada buku yang seperti ini. Benar-benar mudah dipahami dan terstruktur rapi sekali, ditambah dengan analogi yang sangat jenius. Bila ada kekhawatiran apakah belajar filsafat bisa membuat remaja menjadi apatis dan atheis, maka saya rasa buku ini sangat jauh dari kesan ini. Sebaliknya, yang saya alami adalah bahwa pemikiran para filosof dalam buku ini justru membuat saya semakin yakin akan keberadaan Sang Pencipta. Buku ini adalah buku yang benar-benar menjadikan manusia, manusia, karena ia mengajak pembaca BERPIKIR dan merenung.
Kekurangan buku ini, menurut saya ada pada masalah penerjemahan. Buat saya beberapa terjemahannya terasa kurang pas karena terdapat beberapa kata yang sebenarnya ada dalam bahasa Indonesia sehari-hari namun yang digunakan adalah kata yang seringnya dipakai dalam komunitas tertentu. Hal ini sedikit membuat saya kebingungan mencari padanan katanya dalam bahasa Indonesia yang lebih umum. Selain itu juga, tak ada filosofi Montesquieu di sini karena novel ini dibuat sesuai dengan kurikulum kuliah filsafat satu semester mahasiswa Norwegia.
Dunia Sophie memang bukan novel yang bisa dibaca dalam beberapa jam. Namun, saya sendiri setelah selesai membaca halaman terakhir jadi termenung cukup lama, kemudian saya beranjak keluar rumah dan otomatis melihat ke atas keheranan. Betapa benarnya buku yang baru saya baca. Betapa tiba-tiba saya merasa jadi ‘orang kaya’ karena telah mendapat buah-buah pemikiran 3000 tahun umat manusia. Kesan yang mendalam sekali saya dapatkan dari Jostein Gaarder, tak pernah ada kesan semendalam ini dari ratusan buku yang telah kubaca.Saya kagum dengan cara “Paman Gaarder” bercerita, kagum dengan plot yang diciptakannya, dan bagaimana ia menyampaikan materi filsafat tanpa membuat kening berkerut.
Pada awalnya Jostein Gaarder yang berprofesi sebagai guru filsafat hanya berkeinginan menulis sebuah novel filsafat. Ia tidak yakin bukunya akan dibaca banyak orang, namun ia tetap membuatnya dengan mencurahkan 16 jam per hari selama 3 bulan. Hasilnya, ternyata buku ini sangat sukses di pasaran. Catatan terakhir menyebutkan bahwa buku ini telah diterjemahkan dalam 53 bahasa dan lebih dari 30 juta eksemplar dicetak untuk diterbitkan di berbagai negara, dan semuanya menjadi Best Seller. Di Indonesia, buku ini sudah dicetak 12 kali,baru kemudian terbit versi Gold Edition ini. Di dunia internasional, Dunia Sophie sudah pernah diadaptasi menjadi serial TV oleh BBC, dibuat games, bahkan telah difilmkan.Dari royalti penjualan Dunia Sophie, sejak 1997 Jostein Gaarder dan istrinya mendirikan yayasan lingkungan hidup dan setiap tahunnya memberikan penghargaan senilai 100.000 US$ kepada aktivis lingkungan hidup.
Judul: Dunia Sophie (Gold Edition)
Penerbit: Mizan / September 2010
Penulis: Jostein Gaarder
Tebal: 800 hlm
sumber : http://mymilkyway.blogdetik.com/2011/08/21/gaarderfest-dunia-sophie/
sumber : http://mymilkyway.blogdetik.com/2011/08/21/gaarderfest-dunia-sophie/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar